Skip to main content

Berlibur ke Belitung (Hari Kedua)



Liburan hari kedua di Belitung tidak berjalan sesuai rencana awal. Semula, kami merencanakan untuk mengeksplor pantai, tetapi hujan deras sejak pagi membuat kami terpaksa mengubah rencana perjalanan.

Hujan waktu itu sangat deras, padahal saya sudah bersiap sejak subuh saking semangatnya mau berenang di laut. Eng ing eng... begitu membuka jendela, ternyata di luar hujan sangat deras! Kami tunggu hingga jam 7... jam 8... hujan masih deras. Akhirnya kami pun memutuskan untuk leyeh-leyeh saja di hotel. Seusai sarapan di hotel, kami bersantai hingga tertidur. 

Sekitar pukul 11 siang, hujan mulai reda. Tinggal rintik-rintik saja. Tapi kami pikir tidak baik jika tetap memaksakan diri untuk ke pantai hari ini. Apalagi rencana kami di pantai termasuk island hopping dan snorkling, sepertinya kurang aman jika dipaksakan tetap hari ini karena bisa saja hujan kembali deras. Akhirnya, itinerary hari kedua pun diubah menjadi seperti ini :

  • ·      Mengunjungi SD Laskar Pelangi
  • ·       Mengunjungi Rumah Keong
  • ·       Mencicipi kopi di Manggar

Ternyata jarak dari Tanjung Pandan ke Belitung Timur sangaaat jauh. kurang lebih membutuhkan waktu dua jam perjalanan berkendara dengan sepeda motor sebelum tiba di SD Laskar Pelangi. Dan tahukah, jalanan di Belitung ini benar-benar mulussss! Pemandangan selama perjalanan bervariasi. Mulai dari rumah penduduk, hingga rawa-rawa yang kabarnya dihuni oleh buaya, seperti dikisahkan dalam buku Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata. Dan yang menarik adalah, beberapa rumah bahkan terletak bersebelahan persis dengan rawa. Ngeri juga membayangkan manusia hidup dengan lokasi tidak jauh dari habitat buaya. Tetapi rupanya sejak dulu memang seperti itu, manusia dan buaya ini hidup tidak saling mengganggu. Hal menarik lain adalah, populasi anjing di kota Belitung ini cukup banyak. Hampir di sepanjang jalan dimana ada rumah-rumah penduduk, di situ juga kami temui banyak anjing yang berkeliaran.



jalan di Belitung Timur

Kami sangat menikmati perjalanan dari Tanjung Pandan ke Belitung Timur ini, apalagi di tengah perjalanan cuaca semakin cerah. Rasanya seperti touring, jadi bagian dari perjalanan ke sana pun terasa menyenangkan. Kami sempat berhenti untuk makan siang di tengah perjalanan sebelum menuju ke SD Laskar Pelangi.

Menginjakkan kaki di SD Laskar Pelangi ini seperti mimpi. Karena saya ngefans berat dengan film Laskar Pelangi. Selain membaca bukunya, bahkan saya menonton film ini hingga 3x di bioskop! Jadi kesempatan ini, saat saya memandang langsung hingga masuk ke sana, rasanya sangat mengesankan. Bagi sebagian orang, mungkin ini hanyalah sebuah bangunan tua yang tidak menarik. Tapi bagi saya, it’s like one of my dreams come true. Memori yang dikisahkan dalam buku Laskar Pelangi itu bermunculan, terbayang dan terkesan dengan perjuangan Andrea Hirata, berjuang melawan segala keterbatasannya untuk bisa meraih ilmu hingga akhirnya beliau sampai pada pendidikan S2 di Eropa.


Replika SD Laskar Pelangi

Replika SD Laskar Pelangi

Replika SD Laskar Pelangi

pemandangan di sekitar Replika SD Laskar Pelangi

berfoto dengan latar Replika SD Laskar Pelangi

Puas menyesapi udara dan menikmati suasana di sekitar SD Laskar Pelangi, kami pun beranjak mengunjungi wisata Rumah Keong. Wisata Rumah Keong ini terletak di sebrang SD Laskar Pelangi, dan dikenakan harga tiket masuk Rp 5.000 per kepala. 


Rumah Keong

Sama sekali tidak rugi menyambangi Rumah Keong. Meskipun bukan icon dari Pulau Belitung, tetapi kita bisa menikmati pemandangan dermaga Kirana nan elok di sekitar wisata Rumah Keong, sekaligus berfoto dengan latar yang cukup unik. Hmm... teman, meskipun namanya Rumah Keong, tapi jangan bayangkan ada banyak keong di tempat wisata ini. Nama Rumah Keong sepertinya diambil dari bentuk bangunan dari rotan yang didesain menyerupai cangkang keong. Seperti ituuuh.


Dermaga Kirana


Dermaga Kirana

Hari menjelang sore hingga akhirnya kami putuskan buru-buru melaju ke kota Manggar. Dari review di internet, kota Manggar ini merupakan kota wisata 1001 warung kopi, karena banyaknya kedai kopi di kota ini. Namun, setibanya kami di Manggar, kami mendapati warung kopi tidak sebanyak dan semeriah review di internet. Beberapa warung kopi bahkan masih tutup. Jadi, sungguh tidak sesuai ekspektasi, sebenarnya.

Suami memilih warung kopi yang didesain lebih modern demi kenyamanan saya. Segelas kopi hitam dicampur susu, dan semangkuk mie rebus, menemani sore kami di kota Manggar kala itu.

Tidak berlama-lama di Manggar, kami segera melanjutkan perjalanan kembali menuju Tanjung Pandan. Saya melihat raut muka suami cukup tegang sesaat sebelum perjalanan pulang.  Kami sempat mampir di pom bensin terdekat, dan mengambil uang di ATM. Tidak lupa, mengisi angin ban motor. Suami saya memastikan persiapan kami cukup dan aman untuk perjalanan pulang.

Tak disangka, perjalanan pulang dari Manggar ke Tanjung Pandan ini menjadi bagian perjalanan yang di luar rencana saya. Kami salah perhitungan. Saya tidak sadar bahwa kami akan melalui jalur yang sama dengan perjalanan kami berangkat dari Tanjung Pandan ke Manggar. Jadi terbayang kan, betapa mencekam suasana malam itu. Selepas maghrib, jalanan gelap, dan sangat sangat sepi. Keramaian kota Manggar perlahan terganti dengan sunyi di perjalanan. Berpuluh menit kami melewati jalan tanpa rumah penduduk. Tanpa penerangan. Kami tahu ada rawa-rawa di kiri dan kanan kami. Bahkan ada pepohonan sawit yang nampaknya jarang terjamah oleh manusia. Tidak ada satu pun kendaraan lain di sekitar kami. Suami mengendarai sepeda motornya dengan kencang. Sangat dingin. Terlebih saya tidak memakai jaket tebal, tidak mengenakan kaos kaki, bahkan suami saya mengenakan celana pendek tanpa sarung tangan. Dingin sekali. Saya paham bahwa saat itu suami hanya butuh konsentrasi, sehingga tidak satu pun terucap kata dari mulut kami. Hanya berdzikir. Sholat maghrib pun dijamak ke isya. Berpuluh menit kami dalam suasana seperti itu, hingga akhirnya kembali kami temui rumah penduduk. Suami saya menghela nafas lega sesampainya kami di Tanjung Pandan.

Usai mampir sholat di masjid Tanjung Pandan, saya dan suami mengbrol dan tertawa mengenang perjalanan barusan. Tidak mau terulang lagi. Tapi menjadi kenangan tersendiri bagi kami. Jadi saran saya, jangan sampai kemalaman jika hendak berangkat dari Tanjung Pandan ke Manggar ataupun sebaliknya demi menghindari kondisi yang tidak diinginkan. Beruntungnya saya dan suami masih dilindungi selama perjalanan. Tidak terbayang kalau saat itu, di tengah perjalanan kami mengalami ban bocor atau kempes. Siapa yang menolong kami? Bisa nangis saya!
Kami menikmati malam kedua kami di Belitung dengan mencicipi soto lontong daging sebagai kuliner khas Belitung. Rasa kuahnya yang mirip opor ayam, mengingatkan saya pada masakan Ibu. 


soto lontong daging


Lalu kami menutup malam dengan kembali mengelilingi Tanjung Pandan, dan berbelanja oleh-oleh khas Belitung.

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Mengikuti Tes Calon Guru di Nurul Fikri

Ingin memanfaatkan ijazah S1 untuk menghasilkan uang dan memanfaatkan waktu luang di sela kesibukan kuliah S2, itulah motivasi saya melamar pekerjaan pada 2015 lalu. Kebetulan, jadwal kuliah S2 tidak sepadat kuliah S1, dalam seminggu saya hanya butuh 4-5 hari pergi ke kampus yang kelasnya kebanyakan berlangsung dari pagi hingga siang hari, atau dari siang hingga sore hari saja. Jadi, masih memungkinkan untuk bekerja. Tentu saja, saya harus memilih pekerjaan yang waktunya fleksibel. Saat itu, yang terpikir adalah melamar menjadi guru di Bimbingan Belajar (Bimbel). Nah, Nurul Fikri (NF) ini adalah salah satu lembaga Bimbel yang cukup besar dan terkenal di Indonesia. Karena merupakan lembaga Bimbel yang islami, maka salah satu syarat untuk menjadi pengajar di sini adalah beragama islam dan berpakaian sopan, seperti wajib berjilbab bagi pengajar muslimah. Syarat lainnya adalah mahasiswa S1 semester akhir dari PTN atau lulusan S1 dari PTN. Sebetulnya sih tidak ada alasan khusus menga...

Rekomendasi Dokter Kandungan di RS Permata Depok (dr. Nurhasanah Puji Lestari, Sp. OG)

Memilih dr. Kandungan itu memang jodoh-jodohan. Sebelum ke RS Permata Depok, saya sempat beberapa kali ke RS lain dan berkonsultasi dengan dr. Kandungan yang berbeda, sebelum akhirnya ketemu jodoh saya di RS Permata Depok. Yup, alhamdulillah saya berjodoh dengan dr. Nurhasanah Puji Lestari, Sp.OG a.k.a. dr. Puji ini. Awalnya, saya tidak ada rencana untuk janjian konsultasi dengan dr. Puji. Kebetulan, beliau praktek pada Sabtu sore dan pas suami bisa nemani ke RS di waktu tersebut. Konsultasi pertama saya dengan dr. Puji bukan soal kehamilan, karena saya belum hamil saat itu. Tapi saya berkonsultasi mengenai rencana pap smear , sekalian sedikit tanya juga sih, kira-kira kenapa ya saat itu saya belum hamil padahal sudah setahun lebih menikah.. Kesan pertama dengan dr. Puji, menurut saya, beliau cukup ramah dan komunikatif. Waktu itu, setelah USG TransVaginal, saya diberikan penjelasan mengenai dugaan terkait kondisi saya yang belum hamil. Dr. Puji memberi gambaran mengenai kondi...